Baru-baru ini media sosial diramaikan dengan unggahan bernarasi sejumlah kebiasaan yang diklaim membuat orang jadi miskin.

Ini bermula dari sebuah pengalaman pribadi warganet yang diunggah oleh akun Instagram @undr*** pada Rabu (11/6/2025).

Setidaknya, terdapat enam kebiasaan yang diklaim membuat orang jadi miskin, yakni jajan kopi setiap hari, membeli barang diskon yang tidak perlu, liburan setiap akhir pekan, langganan banyak aplikasi yang jarang dipakai, makan di luar yang disebut dengan self reward, dan langganan jasa ojek online setiap hari.

Unggahan ini kemudian menuai beragamm reaksi dari warganet.

Lantas, benarkah kebiasaan tersebut bisa menyebabkan orang jadi miskin?

Kata ekonom soal kebiasaan yang bikin orang jadi miskin

Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Eddy Junarsin menjelaskan, enam kebiasaan tersebut tidak selalu menjadi penyebab orang jatuh miskin, tergantung pada konteksnya.

Menurutnya, bagi mereka dengan gaji UMR, mengelola finansial secara bijak dan sesuai prioritas menjadi salah satu kunci menjaga keuangan tetap stabil.

“Kebiasaan membeli kopi setiap hari, terutama di kedai, sebenarnya tidak serta-merta membuat seseorang miskin. Namun, jika tak disesuaikan dengan kemampuan finansial, pengeluaran kecil ini bisa menumpuk,” kata Eddy saat dihubungi Kompas.com, Kamis (12/6/2025).

Sementara, belanja karena tergiur diskon bisa jadi jebakan finansial jika barang yang dibeli sebenarnya tidak dibutuhkan.

Hal ini berlaku juga bagi mereka yang memiliki kebiasaan nongkrong tiap minggu dengan alasan healing atau sering menggunakan layanan transportasi online untuk jarak yang sebenarnya bisa ditempuh dengan jalan kaki.

Ia juga menyarankan untuk mengurangi langganan aplikasi dan sering makan di luar yang bisa membuat pengeluaran lebih besar, khususnya dalam kondisi ekonomi mepet.

Hal ini dilakukan agar sejalan dengan kondisi keuangan pribadi.

Ambang batas cicilan dan tabungan

Eddy menjelaskan, pembagian pengeluaran dari penghasilan bulanan harus seimbang.

Idealnya, cicilan non-KPR (Kredit Pemilikan Rumah), seperti cicilan kendaraan, gadget, kartu kredit, pinjaman online, atau cicilan barang lainnya tidak melebihi 35 persen dari penghasilan bersih bulanan.

Tujuannya, agar beban utang tetap terkendali dan tidak mengganggu kebutuhan hidup sehari-hari.

“Sementara, tabungan atau investasi, seperti menyisihkan dana ke rekening tabungan, emas, reksa dana, saham, atau instrumen keuangan lainnya, diusahakan sebesar 10–20 persen dari take-home pay,” jelas dia.

Menurutnya, hal ini penting untuk membangun dana darurat, tujuan keuangan masa depan, dan menciptakan keamanan finansial jangka panjang.

Penghasilan UMR, pengelolaan uang harus rasional

Senada, ekonom Universitas Diponegoro (Undip) Wahyu Widodo mengungkapkan, jika penghasilan hanya setara gaji UMR, pengelolaan keuangan harus rasional.

Membeli kopi sebenarnya bukan menjadi masalah selama harganya terjangkau. Sementara, membeli barang diskon yang tidak dibutuhkan jelas termasuk pemborosan.

Healing tetap penting, asal frekuensi dan biayanya masuk akal,” ujarnya dihubungi secara terpisah, Kamis (12/6/2025)

Langganan aplikasi yang jarang dipakai serta terlalu sering makan di luar juga bisa menguras dompet.

Sementara itu, menggunakan ojek online untuk jarak dekat sebaiknya dipertimbangkan ulang.

“Prinsipnya sederhana, balancing tetapi rasional-realistis, dan pintar memanfaatkan momentum belanja,” terang Wahyu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *